KARAWANG | RENGASDENGKLOKNEWS.COM | Monumen bersejarah Rengasdengklok, saksi bisu detik-detik paling krusial menjelang kemerdekaan Indonesia, kini tergeletak dalam kondisi memprihatinkan. Alih-alih menjadi ikon nasional dan ruang refleksi kebangsaan. Kawasan bersejarah tempat Soekarno dan Hatta diculik pada 16 Agustus 1945 itu berubah menjadi monumen kelalaian dan simbol pengabaian negara terhadap sejarahnya sendiri.
Pantauan langsung pada Jumat (27/6) memperlihatkan pemandangan memilukan. Sampah berserakan, rumput liar menutupi area sekitar tugu, dan fasilitas publik seperti papan informasi serta lampu penerangan rusak tak terurus. Tidak ada tanda-tanda pemeliharaan, apalagi penghormatan.
Taman yang seharusnya menjadi ruang edukatif dan inspiratif kini menjelma lahan kumuh, tak bertuan dan terlupakan. Tak satu pun terlihat upaya nyata dari pemerintah, baik pusat, provinsi, maupun daerah, untuk menjaga martabat situs yang seharusnya disakralkan ini.
“Kami tidak melihat tanda-tanda kehadiran negara di sini,” ujar Anggadita, Ketua Forum Karawang Utara Bergerak (FKUB), dengan nada getir.
“Monumen ini bukan sekadar tugu. Ini simbol keberanian pemuda dalam mendesak kemerdekaan. Ketika negara abai, ini bukan cuma soal rumput liar dan lampu mati. Ini pengkhianatan terhadap sejarah,” tegasnya.
FKUB mendesak pemerintah untuk segera turun tangan. “Kami menuntut penertiban total, pemeliharaan berkelanjutan, dan revitalisasi menyeluruh kawasan Tugu Kebulatan Tekad. Ini bukan sekadar aspirasi warga lokal. Ini panggilan sejarah dan soal harga diri bangsa,” lanjut Anggadita.
Rengasdengklok seharusnya menjadi ruang belajar bagi generasi muda, tempat menelusuri jejak perjuangan, memahami arti kemerdekaan, dan menumbuhkan kebanggaan kebangsaan. Tapi hari ini, monumen itu justru menjelma potret tragis, tempat kelahiran tekad bangsa yang dibiarkan sekarat oleh kelalaian birokrasi dan lupa kolektif. Sebuah ironi pahit dari negeri yang katanya menjunjung tinggi sejarah.
Penulis: Alim