JAKARTA | RENGASDENGKLOKNEWS.COM | Hari ini, dunia Advokat diresahkan oleh rumusan Pasal 142 pada Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) yang pada ayat 3 huruf b yang merumuskan Advokat dilarang memberikan pendapat diluar pengadilan terkait permasalahan kliennya.
Saat ditemui di Sekretariat Pusbakum LSM Barisan Rakyat (BARAK) Indonesia di Jakarta Timur, Roslina Siahaan, SH, selaku Direktur Pusbakum LSM Barisan Rakyat Indonesia menyatakan bagaimana mungkin Pemerintah bersama DPR-RI membuat Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) yang isinya bertolak belakang dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, Tentang Advokat, yang merupakan Lex Specialis.
“Pelarangan Advokat untuk berpendapat atau berbicara di muka umum adalah bentuk pengekangan Advokat sebagai Profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab yang dilindungi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat,” tandasnya, Sabtu (22/3).
Selain itu, kata Roslina, pelarangan Advokat untuk berbicara di muka umum jelas melanggar Hak Asasi Manusia, karena bagaimanapun, sama seperti warga negara lainnya, seorang Advokat adalah pribadi yang memiliki Hak Asasi. Sebagaimana Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia secara tegas melindungi setiap Warga Negara untuk menyebarluaskan Pendapat, Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa.
“Kami menyatakan dengan tegas agar rumusan Pasal 142 ayat 3 huruf b RUU KUHAP HARUS DIHAPUS, karena sangat jelas merendahkan kehormatan, martabat dan tanggung jawab Advokat sebagai Profesi Istimewa dan Officium Nobile,” pungkasnya.
( red )