Karawang || Rengasdengkloknews.com – Dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kembali menyebutkan, kali ini menimpa seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Karawang, Jawa Barat, berinisial AY. Perempuan muda asal Desa Kertarahayu, Kecamatan Cibuaya itu kini terjebak di Abudabi Uni Emirat Arab dalam kondisi sakit dan kesulitan pulang ke Indonesia.
AY diduga diberangkatkan melalui jalur ilegal. Ia hanya bisa merintih ketika sudah tidak sanggup bekerja sebagai asisten rumah tangga. Sponsor bernama Hj. Kurnia, warga Karawang, disebut sebagai pihak yang merekrut dan memberangkatkan AY. Namun, hingga kini yang bersangkutan tak memberikan jawaban atas pengaduan korban.
Tak hanya itu, pihak yang mengatasnamakan P3MI PT Buana XX pun memilih bungkam, meski namanya juga disebut dalam proses keberangkatan. Jika benar terbukti, maka sponsor maupun pihak perusahaan dapat dijerat hukum, karena jelas melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
👉 Pasal 2 ayat (1) UU No. 21/2007 menyebutkan: “Setiap orang yang melakukan survei, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pengangkutan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, anonimitas, penipuan, perlindungan kekuasaan atau posisi rentan, untuk tujuan eksploitasi, dipidana dengan hukuman penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.”
Selain itu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menyatakan bahwa setiap pekerja migran berhak atas perlindungan sebelum, selama, dan setelah bekerja di luar negeri. Dengan demikian, lemahnya pengawasan terhadap proses penempatan pekerja migran menjadi celah bagi praktik mafia tenaga kerja.
Fakta bahwa masih banyak warga Karawang terjebak di negara penempatan Timur Tengah memperkuat dugaan adanya sindikat TPPO berjaringan transnasional yang diduga mendapat dukungan dari oknum tertentu. Hal ini menandakan para pelaku tidak takut terhadap hukum dan tidak pernah melakukan kejahatan meskipun kasus serupa berulang kali terungkap.
Kasus AY harus menjadi momentum bagi Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengambil tindakan tegas. Bukan hanya membantu korban yang kini terjebak di UEA, tetapi juga mengungkap jaringan sponsor, calo, hingga perusahaan yang terlibat dalam bisnis gelap perdagangan manusia berkedok penempatan tenaga kerja.
Jika dibiarkan, maka negara telah abai terhadap amanat konstitusi dan undang-undang dalam melindungi warganya.
Reporter : REDAKSI