JAKARTA | RENGASDENGKLOKNEWS.COM | Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, mengeluarkan peringatan keras terhadap praktik pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Ia menegaskan bahwa kepala desa atau panitia PTSL yang memungut biaya di luar ketentuan resmi dapat dikenai sanksi hukum, bahkan jika uang pungli telah dikembalikan.
PTSL Program untuk Masyarakat, Bukan Ajang Pungli:
Program PTSL bertujuan untuk membantu masyarakat memperoleh sertifikat tanah dengan biaya yang terjangkau. Pemerintah telah menetapkan biaya maksimal yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yakni Menteri ATR, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa dan PDTT. Adapun biaya maksimal yang diperbolehkan berdasarkan wilayah adalah sebagai berikut:
1. Jawa dan Bali: Rp 150.000
2. Sumatera dan Kepulauan Riau: Rp 200.000
3. Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua: Rp 250.000
4. Wilayah pedalaman yang sulit dijangkau: Hingga Rp 450.000
Aturan ini telah berlaku sejak tahun 2016. Masyarakat yang merasa dirugikan akibat pungutan liar dalam program PTSL dapat melaporkan kasus tersebut meskipun tidak memiliki bukti kwitansi, asalkan didukung oleh minimal tiga saksi yang juga mengalami kerugian.
Namun, meskipun ketentuan ini telah disosialisasikan, laporan dari berbagai daerah menunjukkan bahwa masih ada pungutan tambahan yang signifikan. Beberapa warga mengaku diminta membayar hingga Rp 1 juta, jauh di atas batas biaya yang ditetapkan.
Hukuman Berat bagi Pelaku Pungli program PTSL:
Menteri Nusron menegaskan bahwa pelanggaran dalam program PTSL akan tetap diproses secara hukum, meskipun uang pungli sudah dikembalikan.
“Proses hukum akan tetap berjalan, meskipun uang yang sudah dipungut dikembalikan. Ini adalah bentuk kejahatan dalam jabatan yang tidak bisa dibiarkan. Kami akan menindak pelanggaran sesuai aturan yang berlaku agar ada efek jera,” ujar Nusron Wahid.

Praktik pungli dalam program PTSL dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, dengan beberapa pasal yang bisa dikenakan kepada pelaku, antara lain:
1. Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
– Melarang pemerasan oleh pejabat publik, dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.
2. Pasal 368 KUHP:
– Mengatur sanksi pemerasan dengan ancaman pidana hingga 9 tahun penjara.
3. Pasal 423 KUHP:
– Mengatur sanksi penyalahgunaan wewenang dengan ancaman hukuman hingga 6 tahun penjara.
Selain ancaman pidana, pelaku juga bisa dikenai sanksi administratif, termasuk pemberhentian dari jabatan.
Posko Pengaduan Pungli program PTSL:
Sebagai langkah antisipasi, Kementerian ATR/BPN membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang merasa dirugikan oleh praktik pungli dalam program PTSL. Warga dapat melaporkan kasus tersebut melalui kanal pengaduan resmi Kementerian ATR/BPN atau dinas pertanahan setempat.
Sejumlah laporan sedang diproses, termasuk di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, di mana warga mengaku dipungut hingga Rp 700.000, padahal biaya resmi untuk wilayah Jawa hanya Rp 150.000.
Pemerintah daerah bersama Kementerian ATR/BPN juga terus melakukan sosialisasi agar masyarakat memahami hak dan kewajiban dalam program PTSL.
Nusron Wahid menegaskan pentingnya transparansi pemerintah daerah dalam menerapkan ketentuan biaya.
“Program PTSL adalah hak masyarakat, bukan ajang untuk pungli,” tegas Nusron.
Harapan untuk program PTSL yang Bersih:
Pemerintah berharap dengan tindakan tegas ini, program PTSL dapat berjalan lebih bersih, adil, dan bebas dari pungli.
Nusron Wahid menekankan bahwa sosialisasi, pengawasan, dan langkah hukum yang tegas adalah kunci agar masyarakat dapat memperoleh sertifikat tanah dengan biaya yang terjangkau sesuai ketentuan.
( red )